Cirebon, Jawa Barat – Banjir besar kembali melanda Kota Cirebon, terutama di wilayah Kesambi, yang dikenal sebagai daerah dengan populasi padat penduduk. Curah hujan tinggi selama beberapa hari terakhir telah menyebabkan air meluap hingga ketinggian 1,5 meter di beberapa titik. Warga sekitar menggambarkan kondisi ini sebagai “seperti banjir bandang,” dengan arus air yang deras dan meluas ke pemukiman.
Table of Contents

Hujan Deras dan Drainase Tidak Memadai
Menurut laporan, banjir mulai merendam kawasan Kesambi pada malam hari setelah hujan deras mengguyur tanpa henti selama lebih dari 12 jam. Sistem drainase yang buruk di daerah tersebut menjadi salah satu penyebab utama air tidak dapat mengalir dengan baik. Kombinasi curah hujan tinggi dan kapasitas saluran air yang tidak memadai memaksa warga harus berjuang melawan genangan air.
“Air datang begitu cepat. Kami bahkan tidak sempat menyelamatkan barang-barang penting. Rasanya seperti banjir bandang,” ujar Ani, seorang warga Kesambi yang rumahnya terendam hingga bagian dalam mencapai pinggang.
Dampak yang Meluas
Banjir ini tidak hanya merendam rumah-rumah warga, tetapi juga mengganggu aktivitas perekonomian di kawasan tersebut. Pasar tradisional dan toko-toko kecil di sekitar Kesambi lumpuh total. Para pedagang terpaksa menutup usaha mereka karena air menggenangi lapak dan barang dagangan.
Di sisi lain, fasilitas umum seperti sekolah dan puskesmas ikut terdampak. Aktivitas belajar-mengajar di beberapa sekolah dihentikan sementara, mengingat akses ke lokasi sulit dilalui. Hal ini menambah beban bagi warga yang sudah kewalahan menghadapi situasi darurat.
Cerita Warga yang Berjuang
Warga sekitar harus menghadapi situasi sulit, mulai dari menyelamatkan barang-barang hingga mencari tempat pengungsian sementara. Banyak dari mereka yang terpaksa bermalam di tempat yang tidak layak karena rumah sudah tidak bisa dihuni.
“Kami hanya bisa membawa pakaian seadanya. Air sudah masuk ke rumah dalam hitungan menit. Tidak ada waktu untuk berpikir panjang,” kata Yanto, seorang warga yang harus mengungsi bersama keluarganya.
Sebagian besar pengungsi berlindung di masjid dan aula desa setempat. Namun, kapasitas tempat penampungan yang terbatas membuat warga harus berdesakan. Selain itu, kurangnya pasokan makanan dan air bersih menjadi masalah utama di posko pengungsian.
Upaya Evakuasi dan Bantuan
Tim SAR dan relawan bergerak cepat untuk membantu warga yang terdampak. Perahu karet dikerahkan untuk mengevakuasi mereka yang terjebak di rumah-rumah dengan genangan tinggi. Beberapa organisasi kemanusiaan juga mulai menyalurkan bantuan berupa makanan siap saji, air bersih, dan selimut.
Pemerintah setempat mengeluarkan peringatan dini kepada warga yang tinggal di daerah rawan untuk tetap waspada dan siap dievakuasi jika kondisi semakin buruk. “Kami berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan bantuan dan memastikan keselamatan warga,” ujar seorang petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cirebon.
Akar Masalah yang Harus Diselesaikan
Banjir di wilayah Kesambi bukanlah kejadian baru. Warga setempat sudah sering menghadapi kondisi serupa setiap musim hujan tiba. Masalah utama terletak pada buruknya sistem drainase dan penataan ruang yang tidak terencana dengan baik. Banyak kawasan pemukiman dibangun tanpa memperhatikan jalur air alami, sehingga memperparah risiko banjir.
“Setiap tahun kami selalu khawatir ketika musim hujan datang. Rasanya seperti menunggu giliran rumah kami terendam,” kata Siti, seorang warga lainnya.
Upaya pemerintah untuk membangun infrastruktur baru, seperti peningkatan kapasitas saluran air, dinilai belum cukup untuk mengatasi masalah ini. Warga berharap ada solusi jangka panjang agar banjir tidak lagi menjadi ancaman tahunan.
Kerugian Ekonomi dan Psikologis
Banjir besar ini tidak hanya menimbulkan kerugian material tetapi juga memberikan dampak psikologis bagi para korban. Banyak warga yang kehilangan harta benda berharga, seperti perabotan, dokumen penting, dan barang elektronik. Biaya pemulihan pasca-banjir juga menjadi beban tambahan bagi mereka yang mayoritas bekerja sebagai pedagang kecil atau buruh harian.
“Kami sudah kehilangan semuanya. Untuk memulai dari nol lagi tentu tidak mudah,” ungkap Budi, salah satu warga yang mengalami kerugian besar akibat banjir.
Selain itu, trauma akibat banjir membuat banyak anak-anak merasa takut ketika hujan turun. Psikolog yang tergabung dalam tim relawan menyebutkan bahwa pemulihan mental para korban, terutama anak-anak, menjadi salah satu prioritas yang perlu diperhatikan.
Harapan untuk Masa Depan
Warga Kesambi berharap pemerintah dan pihak terkait dapat mengambil langkah serius untuk mengatasi masalah banjir di daerah tersebut. Selain pembangunan infrastruktur, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan juga menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Sampah yang menyumbat saluran air menjadi salah satu penyebab utama genangan tidak kunjung surut.
“Kami ingin ada perubahan nyata. Tidak hanya janji-janji, tapi tindakan konkret untuk mencegah banjir ini terus terjadi,” tegas Hasan, tokoh masyarakat setempat.
Kesimpulan
Banjir di Kesambi, Cirebon, yang mencapai ketinggian hingga 1,5 meter menjadi pengingat bahwa mitigasi bencana harus menjadi prioritas. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta sangat diperlukan untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan. Dengan kerja sama yang baik, diharapkan peristiwa seperti ini tidak lagi menjadi ancaman yang berulang.
Bagi warga yang terdampak, semangat dan solidaritas menjadi kekuatan utama dalam menghadapi masa sulit ini. Sambil menunggu langkah konkret dari pihak berwenang, mereka terus berjuang untuk memulihkan kehidupan pasca-banjir dengan harapan yang tidak pernah pudar.